Indahnya Hutan Mangrove Kota Buaya

12 02 2010

Wali Kota Bambang Dwi Hartono meresmikan Wisata Anyar MangroveHingar-bingar Kota Surabaya sebagai kota metropolitan dan terbesar kedua setelah Jakarta, menimbulkan persepsi beragam di kalangan masyarakat. Bahkan, sebagian mereka men-stigmakan bahwa kota metropolitan seperti Surabaya terkenal dengan padatnya penduduk dan bisingnya kota akibat kemacetan lalu lintas di jalan raya.

Di sisi lain, Kota Pahlawan itu dikenal tidak hanya sebagai pusat perdagangan dan niaga, melainkan juga sebagai kota industri. Hal itu terbukti dengan pemusatan industri di wilayah Kecamatan Rungkut.

Bahkan di Surabaya saat ini sudah menjamur mal atau pusat perbelanjaan yang jumlahnya mencapai puluhan. Seiring dengan itu, pusat keramaian lainnya berupa tempat-tempat hiburan kini mulai ramai dan merambah hingga ke perkampungan.

Pesatnya pembangunan di Kota Surabaya membuat sebagai besar warga merasa tidak yakin jika di kota metropolitan tersebut masih terdapat wisata alam yakni berupa pemanfaatan atau konservasi hutan mangrove.

Namun, semua itu akhirnya terjawab sejak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membuka Wisata Anyar Mangrove (WAM) di kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) yang terletak di RW VII Kecamatan Gunung Anyar, beberapa waktu lalu.

Kawasan Pamurbaya sendiri terletak di tepi Selat Madura yang luasnya nisbi sempit. Daerahnya merupakan bentang alam yang datar dengan kemiringan antara 0-3 persen.

Kawasan ini terbentuk sebagai hasil endapan dari sistem sungai yang ada di sekitarnya dan pengaruh laut. Kondisi daerah delta dengan tanah aluvial ini merupakan habitat yang baik bagi terbentuknya ekosistem mangrove.

Secara geografis maupun ekologis, kawasan Pamurbaya memiliki fungsi yang sangat penting bagi Kota Pahlawan. Salah satunya adalah mencegah ancaman interusi air laut. Keberadaan hutan mangrove di Pamurbaya juga memiliki fungsi menetralisir limbah terutama logam berat yang masuk ke laut.

Sementara itu, dengan harga yang relatif terjangkau, masyarakat bisa menikmati keindahan hutan mangrove yang masih “perawan” dengan menyusuri sungai Kebun Agung hingga Sungai Tambak Klangri.

Keberadaan hutan mangrove ini mampu menyedot kedatangan 147 spesies burung. Dari 84 spesies burung yang diketahui menetap di Pamurbaya, 12 spesies di antaranya termasuk jenis yang dilindungi.

Jenis burung tersebut tidak hanya burung air seperti kuntul perak, pecuk hitam, mandar padi, mandar batu, dan kowak malam. Di sana juga sebagai tempat persinggahan ribuan burung migran setiap tahun.

Diketahui ada 44 jenis burung migran yang singgah di Pamurbaya. Burung tersebut kebanyakan asal Benua Australia menuju Eropa.

Camat Rungkut, Irvan Widyanto, mengatakan, wisata pantai di Wonorejo, Rungkut, itu sudah tiga tahun ini banyak dilirik para pelancong karena keasrian lingkungannya.

“Sudah selayaknya bila pemkot dan pihak-pihak terkait lainnya memberi perhatian khusus terhadap objek wisata ini,” ujarnya.

Wisata alam itu kini pengelolaannya dipegang Lembaga Ekowisata Wonorejo, Forum Komunikasi Polisi Masyarakat (FKPM) Kecamatan Rungkut.

Di lokasi itu, selain bisa menikmati segarnya hawa pesisir, pengunjung bisa berkeliling menyusuri pantai berhutan bakau tersebut.

Pengelola telah menyiapkan sebuah perahu motor berkapasitas maksimal 40 orang untuk menikmati keindahan lokasi itu. Untuk pengamanan, pengelola juga menyediakan pelampung dan fasilitas wisata lainnya.

Perahu yang disewakan tersebut biasanya bergerak mulai dari dermaga Sungai Wonokromo menuju Selat Madura. Para pengunjung bisa menikmati rimbunnya hutan mangrove, burung-burung yang beterbangan dan hinggap di ranting-ranting pohon mangrove.
mangrove
Ekowisata Mangrove

Selain WAM, di kawasan Pantai Timur Surabaya juga terdapat Ekowisata Mangrove Wonorejo (EWM) yang menjual rehabilitasi, edukasi, dan rekreasi. Pengelola memberlakukan sistem paket untuk jalur wisata tersebut.

Untuk mencapai tempat wisata kaya keindahan alam ini, warga masyarakat harus menempuh jarak sekitar lima kilometer dari Jembatan MERR II-C yang ada di kawasan Pondok Nirwana atau Stikom Surabaya.

Dari jembatan itu, pengunjung berjalan ke arah timur melewati IPH School, pangkalan taksi Orenz, hingga menemui penunjuk arah menuju EMW. Jarak tempuh dari titik itu hingga ke lokasi berkisar 2,5 kilometer.

Setelah mengikuti panduan itu, pengunjung akan menemui jalan makadam hingga menjumpai Boezem Wonorejo. Jalan itu berjarak 2,5 kilometer yang bisa ditempuh sepeda motor maupun mobil. Hanya saja, jika musim hujan jalannya sulit dilalui.

Untuk mengetahui kekayaan alam di Hutan Mangrove Wonorejo, pengunjung harus menyusuri dengan menggunakan perahu. Selama berada di perahu, tamu akan dipandu pemandu wisata dari pemuda-pemudi karang taruna setempat.

Usai perjalanan itu, pengunjung akan diajak ke sekretariat lembaga ekowisata yang berada di kantor Kelurahan Wonorejo di Jalan Wonorejo 1. Di sana, pengelola telah menyiapkan aneka produk karya warga Wonorejo untuk para pengunjung.

Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya, Wiwiek Widayati menuturkan bahwa pihaknya akan membantu Kecamatan Rungkut selaku pengelola dan pemeliharan wisata mangrove, dalam bidang promosi.

“Kami akan mencoba mempromosikan wisata mangrove dengan menarik wisata kapal pesiar yang memang ada rute di Indonesia. Kami berupaya untuk memasukkannya ke Surabaya,” ujarnya.

Selain itu, kata Wiwiek, pihaknya akan melakukan promosi lainnya di bidang kegiatan seni budaya. Harapannya di wisata mangrove sering diadakan kegiatan seni budaya, sehingga bisa menarik pengunjung atau para wisatawan.

“Tentunya promosi ini juga harus diimbangi dengan kegiatan seperti pengoptimalan dan penyediaan infrakstruktur lainnya,” ujarnya.

Di sisi lain, agar populasi monyet jenis laut atau monyet berekor panjang tidak punah, Kecamatan Rungkut melepas monyet ekor panjang ke konservasi wisata hutan mangrove di Wonorejo.

“Sebenarnya di kawasan itu sudah ada. Tapi populasinya sedikit, sehingga tidak terlihat wisatawan yang sedang mengunjungi kawasan ini,” kata Camat Rungkut, Irvan Widiyanto.

Irvan berharap dan mengimbau masyarakat yang berada di sekitar kawasan konservasi wisata hutan mangrove, Wonorejo, Rungkut ikut menjaga dan melestarikan ekosistem monyet maupun tanaman mangrove.

“Kami berharap kepada masyarakat juga berperan aktif dengan ikut menjaga serta melestarikan populasi monyet dan tanaman mangrove,” ucapnya berharap.

Tanam Mangrove

Meski pembangunan Surabaya Timur terus menggeliat, bukan berarti aspek lingkungan hidup diabaikan begitu saja.

Justru yang sekarang dilakukan Pemkot Surabaya adalah terus menghijaukan kawasan Pamurbaya yang dinyatakan sebagai kawasan konservasi.

Maka di atas lahan seluas seluas 871 hektare yang masuk wilayah Kecamatan Sukolilo, Rungkut, Gunung Anyar dan Mulyorejo, terus dilakukan penghijauan berupa penanaman pohon mangrove.

Setiap tahun ditargetkan penanaman pohon mangrove mencapai 50 ribu batang, dengan luasan mencapai 10 hektare.

Dengan potensi yang sangat luar biasa, tidak heran perhatian Pemkot Surabaya terhadap kawasan Pamurbaya ini cukup besar.

Seperti yang dilakukan Jumat lalu (15/1), dilakukan kegiatan bersih-bersih sampah dan penanaman pohon mangrove yang dipusatkan di kawasan Wonorejo, Kecamatan Rungkut.

Selain Pemkot Surabaya, kegiatan ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak di antaranya Gubernur Soekarwo yang juga hadir, Wali Kota Surabaya Bambang D.H. bersama jajarannya, Korem 084 BJ, Kodim Surabaya Timur, Menbanpur 1 Marinir, Satbrimob Polda Jatim, Polwiltabes Surabaya, serta siswa SMA dan mahasiswa. Tidak kurang 2000 peserta ikut dalam kegiatan tersebut.

Bambang menuturkan, pemkot sudah berusaha meminta kesadaran warga kota untuk tidak mengotori daerah aliran sungai. Namun, sampah tersebut tetap ada karena berasal dari daerah pegunungan di wilayah Malang (hulu).

“Kami berharap dukungan warga Jatim terkait upaya penghijauan kawasan Pamurbaya karena mengandalkan warga Surabaya, tidak optimal,” katanya.

Kepala Bappeko, Tri Rismaharini, mengatakan, kepedulian warga Surabaya dalam membersihkan sampah dan menanam mangrove, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya “global warming” atau pemanasan global.

“Kawasan pantai timur seperti ini rentan terhadap imbas perubahan iklim, karena langsung berhadapan dengan laut. Sedangkan yang lainnya, masih ada pulau yang menghalanginya, misal, bagian utara yang terhalang Pulau Madura,” ujarnya.

Untuk itu, kata dia, pihaknya saat ini juga membangun proyek MIC (Mangrove Information Center) dengan anggaran sebesar Rp3 miliar untuk keperluan penelitian dan program edukasi seputar mangrove.(*an/z)

http://matanews.com/2010/01/27/indahnya-hutan-mangrove-kota-buaya/


Aksi

Information

5 responses

12 02 2010
Achmad

Wah, bagus postingnya & informatif. Bikin penasaran untuk mengunjunginya. Kita memang perlu wisata alam utk penyegaran mata & paru2.

Salam, Achmad Fauzi di Surabaya

12 02 2010
Wisata Anyar Mangrove

terima kasih pak Achmad
kami masih belajar dan terus berbenah
kami tunggu pak Achmad di WAM 🙂

10 11 2011
jeffry

kalau boleh tau, biaya yang harus di bayar untuk tiker masuk / biaya sewa perahu berapa ya???
jadi penasaran ingin datang

10 11 2011
Huang Yong Cien

kalau boleh tau, biaya yang harus di bayar untuk tiker masuk / biaya sewa perahu berapa ya???
jadi penasaran ingin datang

15 12 2011
Bastinung Ngantuk

nice info

Tinggalkan komentar